Rabab Pariaman
Rabab Pariaman merupakan tradisi pertunjukkan lisan dari Sumatera Barat. Penyampaian cerita dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh tukang rabab, yang selalu laki-laki. Tukang rabab semuanya pribumi Pariaman. Tukang rabab duduk bersila, rabab dipegang berdiri di depannya, lehernya dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar ia juga dapat memetik senarnya, dan penggeseknya di tangan kanan. Pertunjukkan biasanya diadakan pada malam hari setelah salat Isya dan berakhir tak lama sebelum salat subuh. Panggung dapat berupa tempat berkumpul yang mana saja dengan suasana tradisional, di dalam atau di luar – warung kopi (lapau), pesta perkawinan, perayaan nagari, dan pestapesta untuk merayakan pengangkatan seorang penghulu baru (pemimpin satuan matrilineal)
Rabab Pariaman pernah memiliki sifat keagamaan. Pada saat ini Rabab Pariaman mengambil nuansa yang lebih duniawi dan tak boleh dimainkan di tempat keagamaan atau di pesta yang bersifat keagamaan. Isi cerita yang disampaikan menyoroti perjuangan untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Tokoh menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan dan menimbulkan tanggapan dari penonton.
Teks Rabab Pariaman terdiri atas dua unsur, dendang dan kaba. Dendang berbentuk pantun (syair berbaris empat atau lebih) dengan sistem persajakan a-b-a-b. Bagian pertama setiap syair agak tak bermakna, isinya dibagian kedua. Jumlah baris dalam syair selalu genap, kecuali bila ada ulangan pada baris tertentu, tergantung pada irama. Isi dendang mengenai perjuangan, kemiskinan, nasib malang, rindu kampung halaman, dan sebagainya. Kaba adalah cerita. Ada sejumlah kaba yang dipertunjukkan dalam Rabab Pariaman. Sebagian besar kaba bergaya klasik, dimainkan dengan latar kerajaan dengan tokoh yang berkekuatan gaib. Perlu beberapa malam untuk menyampaikan keseluruhan cerita, kecenderungannya adalah memilih hanya satu episode yang dapat diselesaikan dalam satu malam
Rabab Pariaman merupakan tradisi pertunjukkan lisan dari Sumatera Barat. Penyampaian cerita dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh tukang rabab, yang selalu laki-laki. Tukang rabab semuanya pribumi Pariaman. Tukang rabab duduk bersila, rabab dipegang berdiri di depannya, lehernya dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar ia juga dapat memetik senarnya, dan penggeseknya di tangan kanan. Pertunjukkan biasanya diadakan pada malam hari setelah salat Isya dan berakhir tak lama sebelum salat subuh. Panggung dapat berupa tempat berkumpul yang mana saja dengan suasana tradisional, di dalam atau di luar – warung kopi (lapau), pesta perkawinan, perayaan nagari, dan pestapesta untuk merayakan pengangkatan seorang penghulu baru (pemimpin satuan matrilineal)
Rabab Pariaman pernah memiliki sifat keagamaan. Pada saat ini Rabab Pariaman mengambil nuansa yang lebih duniawi dan tak boleh dimainkan di tempat keagamaan atau di pesta yang bersifat keagamaan. Isi cerita yang disampaikan menyoroti perjuangan untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Tokoh menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan dan menimbulkan tanggapan dari penonton.
Teks Rabab Pariaman terdiri atas dua unsur, dendang dan kaba. Dendang berbentuk pantun (syair berbaris empat atau lebih) dengan sistem persajakan a-b-a-b. Bagian pertama setiap syair agak tak bermakna, isinya dibagian kedua. Jumlah baris dalam syair selalu genap, kecuali bila ada ulangan pada baris tertentu, tergantung pada irama. Isi dendang mengenai perjuangan, kemiskinan, nasib malang, rindu kampung halaman, dan sebagainya. Kaba adalah cerita. Ada sejumlah kaba yang dipertunjukkan dalam Rabab Pariaman. Sebagian besar kaba bergaya klasik, dimainkan dengan latar kerajaan dengan tokoh yang berkekuatan gaib. Perlu beberapa malam untuk menyampaikan keseluruhan cerita, kecenderungannya adalah memilih hanya satu episode yang dapat diselesaikan dalam satu malam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar